Written by Muhaimin Iqbal
Sudah hampir tiga pekan ini harga emas dunia terus mengalami penurunan. Setelah mengalami puncak tanggal 2 Desember lalu pada angka US$ 1,212.50/ Oz (sumber : Kitco), pada saat artikel ini saya tulis (23/12/09 pagi) harga emas dunia hanya diperdagangkan pada harga US$ 1,086.10 /Oz- atau telah mengalami penurunan lebih dari 10 % dari pencapaian tertingginya.
Akankah penurunan ini terus berlanjut ?; tidak ada yang tahu masalah ini – bahkan analis pasar terbaik sekalipun tidak akan pernah bisa 100% benar dalam memprediksi kondisi pasar masa depan. Demikian pula saya, yang bisa saya sampaikan adalah hanya kajian statistik untuk berusaha memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi dan kemungkinan pengaruhnya kedepan.
Berdasarkan analisa statistik inilah jawaban saya yang saya berikan pada para penanya akan masalah trend harga emas kedepan ini kurang lebih sebagai berikut : “ dalam jangka pendek bisa saja penurunan ini berlanjut, tetapi jangka panjangnya - setahun atau lebih – perkiraan terbaik saya (best estimate) adalah dorongan naik insyaallah akan lebih besar ketimbang dorongan turunnya”.
Dasar teknis dari perkiraan saya ini menggunakan statistik harga emas dunia dibandingkan dengan apa yang disebut Real Interest Rate. Karena harga emas dunia masih dinilai dalam US$, maka yang saya gunakan adalah US $ Real Interest Rate.
US$ Real Interest Rate ini adalah tingkat suku bunga simpanan, yang untuk keperluan analisa ini digunakan 3 Month US-T – Bill, dikurangi dengan tingkat inflasi. Statistik menunjukan bahwa apabila US$ Real Interest Rate ini negatif, maka harga emas dalam US$ akan naik. Perhatikan grafik disamping yang saya ambilkan dari MClellan Financial Publication yang menjelaskan fenomena melonjaknya harga emas dunia pada akhir tahun 70-an.
Penjelasannya demikian : pada saat simpanan masyarakat di bank atau obligasi pemerintah memberikan hasil yang lebih rendah dari inflasi, maka masyarakat akan mencari bentuk simpanan yang lain yang memberikan hasil lebih. Salah satu yang memberikan hasil lebih ini adalah emas, maka masyarakat berbondong-bondong membeli emas – dan harga emas akan terus terdorong naik.
Sayangnya sumber yang saya petik grafiknya tersebut diatas tidak memberikan data terkini dari US$ Real Interest Rate; maka saya ‘lanjutkan’ grafik tersebut untuk situasi terkini berdasarkan data-data yang saya kumpulkan dari US Department of Labor; the Federal Reserve dan juga dari Kitco untuk harga emas terakhir. Hasilnya dapat dilihat pada grafik diatas.
Jadi sejak tahun lalu sampai sekarang, US$ Real Interest Rate masih negatif. Bahkan the Fed belum akan bisa menaikkan suku bunga karena krisis financial negeri itu belum sepenuhnya pulih. Kalau toh akan dinaikkan kemungkinan besarnya hanya akan berada pada kisaran 0.25% – 0.5% yang belum akan mengubah posisi negatif Real Interest Rate tersebut.
Maka menurut saya sendiri, penurunan harga emas dalam tiga minggu ini, masih berupa Noise dan bukan merupakan Signal yang sesungguhnya dari harga emas dunia.
Pada waktu seperti ini, saya sendiri akan membeli banyak-banyak emas (kalau punya uang) untuk dicetak menjadi Dinar kemudian diputar sebagai permodalan sector riil yang lebih bisa diandalkan; namun bagi yang ingin berspekulasi dengan emas untuk memperoleh keuntungan jangka pendek – saya tidak menganjurkannya sama sekali !. Wa Allahu A’lam.
Kamis, 24 Desember 2009
Senin, 14 Desember 2009
Rupiah Index (RIX) : Mengukur Kekuatan Rupiah Kita…
Dunia finansial selama ini sudah sangat familiar dalam menggunakan nilai tukar mata uang satu terhadap yang lain sebagai tolok ukur untuk menilai kekuatan mata uang tertentu. Rupiah misalnya, hampir selalu disandingkan dengan Dollar Amerika untuk menilai apakah Rupiah sedang menguat atau sedang melemah. Ketika tahun lalu nilai tukar US$ 1 sempat mendekati Rp 12,000,- orang mengatakan bahwa Rupiah sedang terpuruk, nilai Rupiah anjlog dan lain sebagainya. Ketika akhir-akhir ini Rupiah kembali mendekati Rp 9,300/US$ orang mengatakan bahwa Rupiah sedang menguat dst. Yang jadi masalah adalah tolok ukur yang digunakan dalam menilai kekuatan Rupiah yaitu dalam contoh tersebut diatas US$ - nilainya sendiri terus bergerak. Dapatkah benda bergerak yang satu untuk mengukur benda bergerak lainnya ?; ini pelajaran waktu kita SMP. Kecepatan mutlak mobil yang sedang melaju, tidak bisa diukur dengan kecepatan mobil lainnya yang juga sedang melaju – hasilnya akan relatif. Demikian pula mata uang yang satu terhadap mata uang lainnya; kekuatannya hanya akan bersifat relatif satu sama lain. Kekuatan yang mutlak hanya bisa dibandingkan terhadap barang-barang yang bernilai stabil – atau memiliki daya beli tetap sepanjang zaman, yaitu emas (Dinar) dan perak (Dirham). Sebagai gambaran emas 1 oz (setara +/- 31.10 gr) tahun 1935 cukup untuk membeli setelan jas kwalitas tinggi, sekarang-pun demikian. 15 oz tahun tersebut cukup untuk membeli mobil keluarga kwalitas sedang – sekarang-pun demikian. 150 oz cukup untuk membeli Rumah bagus – sekarang-pun tetap demikian. Juga contoh legendaries, 1 Dinar (4.25 gram) cukup untuk membeli kambing lebih dari 1400 tahun lalu – sekarang-pun tetap cukup untuk membeli kambing kelas A. Jadi seharusnya tolok ukur itu adalah emas (Dinar) atau perak (Dirham). Namun sejak tahun 1971 ketika penggunaan emas sebagai standar atau tolok ukur ditinggalkan rame-rame oleh seluruh negara di dunia, maka dunia finansial tidak lagi memiliki tolok ukur yang baku tersebut. Problem ini sebenarnya sudah mulai dirasakan oleh sebagaian orang, maka sejak tahun 1973 – diperkenalkanlah apa yang disebut sebagai US$ Index misalnya untuk melihat kekuatan Dollar terhadap sekelompok mata uang lainnya. US$ Index ini tetap dipakai sampai sekarang untuk menilai kekuatan US$ secara relatif terhadap sejumlah mata uang kuat dunia. Sejak digunakannya Euro tahun 1999, mata uang yang digunakan sebagai pembanding ini adalah Euro, Yen, Poundsterling, Dollar Canada, Krona Swedia dan Francs Swiss. Ketika mulai digunakan Maret 1973, US$ Index ini di set pada nilai 100. Dalam perjalanannya selama 38 tahun ini, US$ Index pernah mencapai angka tertinggi di kisaran 160, tetapi juga pernah terpuruk hingga 70 ; saat ini angkanya berada di kisaran 76. Ok, masyarakat dunia sekarang sudah biasa menggunakan US$ Index ini untuk menilai kekuatan US$ secara relatif lebih baik – meskipun tidak seakurat bila diukur dengan nilai emas. Bagaimana dengan Rupiah ?; kalau saya sendiri tentu tetap prefer menggunakan Dinar atau emas untuk menilai kekuatan uang kita ini – karena Dinar atau emas inilah yang terbukti berdaya beli stabil sepanjang masa seperti contoh-contoh tersebut diatas. Hanya kalau kita perlu melihat kekuatan relatif-nya terhadap mata uang kertas lainnya, maka pendekatan Index seperti yang digunakan untuk US$ dapat pula digunakan untuk Rupiah. Namun karena saya belum temukan ada yang membuat Rupiah Index ini secara real-time; maka di GeraiDinar saya gunakan Rupiah Index yang programnya saya develop sendiri. Formulanya mengikuti formula yang sama yang digunakan di US$ - hanya saya ubah starting date-nya bukan maret 1973 melainkan Januari 2000. Pada bulan Januari 2000, Rupiah Index yang saya singkat RIX ini saya set berada pada angka 100; ketika artikel ini saya tulis hasil perhitungan RIX menunjukkan angka 56.28; pada saat Anda baca RIX yang saya taruh di sidebar kiri dari GeraiDinar.Com kemungkinan besarnya akan menunjukkan angka yang berbeda. Secara real time formula yang saya buat tersebut akan mencari nilai tukar terkini dari sejumlah mata uang kuat yang saya sebutkan diatas, kemudian menghitungnya secara rata-rata tertimbang geometris (geometric weighted average); kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk Rupiah Index atau RIX ini. Dengan menggunakan Rupiah Index ini – meskipun tidak sempurna – tetapi insyallah kita bisa melihat kekuatan mata uang kita secara relatif lebih baik. Berguna bagi saya untuk mengambil keputusan-keputusan investasi, insyallah juga berguna bagi Anda. Wa Allahu A’lam. Written by Muhaimin Iqbal |
Langganan:
Postingan (Atom)